Rabu, 05 Desember 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2012

     PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR PER - 24/PJ/2012

   TENTANG

              BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR
              PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU
             PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

              DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

       DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara    Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009    Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak   Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069); 
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;

 MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK.

Pasal 1
                     

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan :
  1. Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 
  2. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. 
  3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
  4. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan  penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. 
  5. Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.  
  6. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. 
  7. Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan :                                                                  a.     penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :
                 1)   melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu
                       tempat  konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
                 2)   dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir,
                       tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau
                       lelang; dan
                 3)   pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan
                       secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa 
                       Barang Kena Pajak yang dibelinya; atau
    b.     penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :
                 1)     melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir
                         atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat
                         konsumen akhir lainnya;
                 2)     dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului penawaran
                         tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
                 3)     pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan
                         secara tunai.
     
  8. Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
  9. Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
  10. Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan    pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif     dan objektif Pengusaha Kena Pajak.
  11. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau    penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
  12. Kode Aktivasi adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat pemberitahuan kode aktivasi.
  13. Password adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat elektronik (email).
 Pasal 2

(1)     Faktur Pajak harus dibuat pada :
          a.     saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
          b.     saat peneriman pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
                  penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
          c.     saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
          d.     saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai
                  Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; atau       
          e.     saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(2)     Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan
         Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Pasal 3
                    
(1)   Bentuk dan ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP.
(2)   Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat
       sebagaimana contoh pada Lampiran IA dan Lampiran IB yang merupakan
       bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 4
          

(1)    Pengadaan Faktur Pajak dilakukan oleh PKP.
(2)    Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing
        sebagai berikut :
         a.     Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau
                 penerima Jasa Kena Pajak.
         b.     Lembar ke-2, untuk arsip PKP yang menerbitkan Faktur Pajak.
(3)    Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
        maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak
        yang bersangkutan.

Pasal 5


Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
a.     nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak
        atau Jasa Kena Pajak;
b.     nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
        penerima Jasa Kena Pajak;
c.     jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d.     Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e.     Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f.      kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g.     nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Pasal 6

(1)    Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar
        serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk
        menandatanganinya.
(2)    Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh
        PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai
        dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini
        merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
(3)    Alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b harus diisi sesuai dengan
        alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya.
(4)    Dalam hal alamat PKP yang sebenarnya atau sesungguhnya berbeda dengan alamat dalam
        Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP, maka PKP harus memberitahukan
        ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan untuk meminta perubahan alamat dalam
        Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang
        sebenarnya atau sesungguhnya.
(5)    Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c harus diisi dengan
        keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai Barang Kena Pajak dan/atau
        Jasa Kena Pajak yang diserahkan.
(6)    Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain
        keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(7)    Tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak adalah sebagaimana ditetapkan dalam
        Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 7

(1)     PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
         sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
         dari Peraturan DirekturJenderal Pajak ini.
(2)     Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 16 (enam
         belas) digit yaitu :
          a.     2 (dua) digit Kode Transaksi;
          b.     1 (satu) digit Kode Status; dan
          c.     13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh
                  Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 8

(1)     PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak
         tempat PKP dikukuhkan sesuai dengan formulir sebagaimana diatur dalam Lampiran IVA
         yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.    
(2)     Surat permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
         harus diisi dengan lengkap dan disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak
         tempat PKP dikukuhkan.
(3)     Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP dalam hal PKP
         memenuhi syarat sebagai berikut :
         a.     PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh
                 Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar berdasarkan Peraturan
                 Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2012 dan perubahannya
                 dan laporan hasil registrasi ulang/verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau
         b.     PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
                 Nomor 73/PMK.03/2012.
(4)     Dalam hal PKP memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
         Kantor Pelayanan Pajak :
          a.     menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang ditandatangani oleh Kepala Seksi
                  Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana diatur
                  dalam Lampiran IVB yang merupakan bagian tidak terpisahkan
                  dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dan dikirim melalui pos
                  dalam amplop tertutup ke alamat PKP; dan
          b.     mengirimkan Password melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP
                  yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.
(5)     Surat pemberitahuan Kode Aktivasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dibuat
          dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
          a.     Lembar ke-1, disampaikan kepada PKP.
          b.     Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
(6)     Dalam hal PKP tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
         Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi
         dan Password sebagaimana diatur dalam Lampiran IVC yang merupakan bagian
         tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dalam 2 (dua) rangkap
         yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
         a.     Lembar ke-1, disampaikan kepada PKP.
         b.     Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
(7)     Dalam hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi dan surat pemberitahuan penolakan
         tidak diterima oleh PKP dan kembali pos (kempos), Kantor Pelayanan Pajak
         akan memberitahukan informasi tersebut melalui surat elektronik (email) ke
         alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.
(8)     PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan/atau ayat (7) dapat mengajukan kembali
         surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak setelah
         memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau telah menyampaikan
         surat pemberitahuan perubahan alamat ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan
         prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
(9)     Dalam hal PKP tidak menerima Password sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
         huruf b karena kesalahan penulisan alamat email pada Surat Permohonan Kode Aktivasi
         dan Password, PKP harus mengajukan permohonan update email.
(10)   Surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang hilang dapat dimintakan kembali ke
         Kantor Pelayanan Pajak dengan melampirkan fotokopi surat keterangan kehilangan
         dari kepolisian dan bukti penerimaan surat dari Kantor Pelayanan Pajak
         atas surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.
(11)    Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau
         surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password dalam jangka waktu
         paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima.
(12)   Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat pemberitahuan Kode Aktivasi dicetak,
         DJP dapat melakukan aktivasi kembali (re-aktivasi) atas Kode Aktivasi yang telah dimiliki
         oleh PKP melalui surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang dikirim melalui pos
         ke alamat PKP yang bersangkutan.

Pasal 9

(1)     PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur
         dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
         Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
(2)     Surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak harus diisi secara lengkap dan
         disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
(3)     Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak
         sebagaimana diatur dalam Lampiran IVE yang merupakan bagian tidak terpisahkan
         dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke PKP yang telah memenuhi syarat
         sebagai berikut :
          a.     telah memiliki Kode Aktivasi dan Password; dan
          b.     telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah
                  jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan
                  ke Kantor Pelayanan Pajak.
(4)     PKP yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
         tidak dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak.
(5)     Surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
        ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak
        dan dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
        a.     Lembar ke-1, disampaikan kepada PKP.
        b.     Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
(6)     Surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak yang hilang, rusak,
         atau tidak tercetak dengan jelas, dapat dimintakan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak
         dengan menunjukkan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak.

Pasal 10

(1)     PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda
         atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama,
         maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk
         Faktur Pajak Tidak Lengkap.
(2)     Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam suatu tahun pajak tertentu
         dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan bersamaan dengan
         SPT Masa PPN Masa Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan dengan
         menggunakan formulir sebagaimana diatur dalam Lampiran IVF yang merupakan
         bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 11

(1)     Dalam hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yang wilayah kerjanya berada di luar
         wilayah Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP
         yang bersangkutan harus mengajukan permohonan Kode Aktivasi dan Password
         sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ke Kantor Pelayanan Pajak yang
         membawahi tempat kegiatan usaha PKP yang baru dengan menunjukkan asli
         pemberitahuan Kode Aktivasi dari Kantor Pelayanan Pajak sebelumnya.
(2)     Dalam hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yang wilayah kerjanya berada
         di luar wilayah Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sebelumnya,
         maka PKP masih dapat menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang belum digunakan.

Pasal 12

Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Pasal 13

(1)     Nama yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
         huruf g harus diisi sesuai dengan kartu identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda Penduduk,
         Surat Izin Mengemudi, atau Paspor, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
(2)     PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai
         yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya,
         dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur Pajak
         yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor
         Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai
         tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir
         sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
         Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)     PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani
         Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)     Dalam hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani
         Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka PKP wajib
         menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut kepada
         Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya sejak bulan
         pejabat/pegawai pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir
         sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VB yang merupakan bagian tidak terpisahkan
         dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(5)     Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang,
         maka pejabat/pegawai yang telah ditunjuk di tempat-tempat kegiatan usaha
         sebelum pemusatan masih dapat menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan
         setelah pemusatan yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing.
(6)     Dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada
         Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan
         Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
         dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP
         sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Pasal 14

Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan pengisiannya sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Pasal 15

(1)     Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga
         tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP yang menerbitkan
         Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti yang tata caranya
         diatur dalam Lampiran VI huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
         Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)     Atas Faktur Pajak yang hilang, baik PKP yang menerbitkan maupun pihak yang menerima
         Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang tata caranya
         diatur dalam Lampiran VI huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
         Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)     Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
         penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, PKP yang
         menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak yang
         tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf C yang merupakan bagian tidak
         terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4)     Penerbitan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
         pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan
         sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana
         Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan masih dapat dilakukan
         pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
         yang berlaku.
(5)     Pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
         dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa
         Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut
         dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
         yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.
(6)     Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan
         pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak yang diganti
         atau dibatalkan oleh PKP Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa
         Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan
         tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
         dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan
         pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau
         PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.

Pasal 16

(1)     PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana
         dimaksud dalam Pasal 2 dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4)
         Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(2)     PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan
         sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
         dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
(3)     PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima
         Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat mengkreditkan
         Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya sebagai Pajak Masukan.

Pasal 17

(1)     PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi
         sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(2)     Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana diatur
         dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
         adalah dalam hal Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai :
         a.     Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
                 atau penerima Jasa Kena Pajak; atau
         b.     Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
                 atau penerima Jasa Kena Pajak, serta nama dan tandatangan yang berhak
                 menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
(3)     PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat
         mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap
         sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f
         Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal 18

(1)     Nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran Faktur Pajak Khusus
         oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan
         ketentuan dalam Pasal 16E Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang
         melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada orang pribadi pemegang
         paspor luar negeri diatur secara tersendiri mengikuti ketentuan yang mengatur
         tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai
         barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri.
(2)     Kode dan nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran
         Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud
         dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Ketentuan Umum
         dan Tata Cara Perpajakan tidak mengikuti ketentuan penomoran
         Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 19

(1)     Terhitung mulai tanggal 1 April 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib
         menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai
         dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. 
(2)     Permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana diatur dalam Pasal 8
         dan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9
         dapat diajukan oleh PKP mulai tanggal 1 Maret 2013.

Pasal 20

Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 21

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku :
a.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran,
       Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan,
       Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
       sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
       Nomor PER-65/PJ/2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
b.    Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur tentang Faktur Pajak sepanjang tidak
       bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 22

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2013.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 November 2012
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001


Tidak ada komentar:

Posting Komentar